Morfem yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yg
mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian
bermakna yg lebih kecil;
-- bebas morfem yg secara potensial dapat berdiri sendiri dl suatu bangun kalimat, msl saya, duduk, kursi; -- dasar morfem yg dapat diperluas dng dibubuhi afiks, misalnya, juang menjadi berjuang; -- dasar terikat morfem dasar yg hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan morfem lain, misalnya, juang, temu; -- gramatikal morfem yg jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai penghubung di antara morfem leksikal; -- leksikal morfem yg jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif); -- penyambung unsur yg diletakkan antara dua morfem lain; -- segmental morfem yg terjadi dr fonem segmental; -- suprasegmental morfem yg terjadi dr fonem suprasegmental; -- terbagi morfem yg realisasinya dl bentuk morfem diantari oleh unsur lain, seperti {ke -- an} menjadi {keadaan}; -- terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misalnya ber-, meng-, -kan; -- unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)
-- bebas morfem yg secara potensial dapat berdiri sendiri dl suatu bangun kalimat, msl saya, duduk, kursi; -- dasar morfem yg dapat diperluas dng dibubuhi afiks, misalnya, juang menjadi berjuang; -- dasar terikat morfem dasar yg hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan morfem lain, misalnya, juang, temu; -- gramatikal morfem yg jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai penghubung di antara morfem leksikal; -- leksikal morfem yg jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif); -- penyambung unsur yg diletakkan antara dua morfem lain; -- segmental morfem yg terjadi dr fonem segmental; -- suprasegmental morfem yg terjadi dr fonem suprasegmental; -- terbagi morfem yg realisasinya dl bentuk morfem diantari oleh unsur lain, seperti {ke -- an} menjadi {keadaan}; -- terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misalnya ber-, meng-, -kan; -- unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)
istilah morfem, morf, dan alomorf,
terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri
dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa
fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la,
dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri
dari dua fonem, dan jar terdiri
dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, e, l, a, j, a, r/. Sebagai satuan
gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar
terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar
terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau
dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi
satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara,
negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, ruang, ruangan,
buku, ketidakadilan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena
masing-masing nerupakan satuan bebas. Satuan-satuan dari, kepada, sebagai,
tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan
kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi
secara gramatik mempunyai sifat bebas contohnya; Satuan-satuan rumah makan,
kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu, keras hati, keras
kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun terdiri dari dua satuan
bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki
sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.
Klasifikasi Morfem
a.
Morfem
Bebas dan Morfem Terikat
morfem bebas
adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan.
Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah
termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa harus
terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. morfem terikat adalah
morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. morfem
penanda jamak dalam bahasa Inggris juga termasuk morfem terikat. Berkenaan
dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu
dikemukakan,yaitu:
1. Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar 1978).
2. Sehubungan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
3. Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
4. Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
5. Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
c. Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
d. Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
e. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
1. Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar 1978).
2. Sehubungan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.
3. Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.
4. Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
5. Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas. Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.
c. Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.
d. Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
e. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem
yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu
berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia,
morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu,
morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan
mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak bermakna
leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru
mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses
morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah
morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem
lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau
tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai
preposisi dan konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas
bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasanya dalam pertuturan juga
terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks. Kedua jenis morfem
inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi, padahal afiks jelas
terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata.
PRINSIP-PRINSIP
PENGENALAN MORFEM
prinsip
pengenalan morfem itu adalah sebagai berikut:
Prinsip 1 :
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang
sama merupakan satu morfem. contoh: a.membeli
rumah, rumah baru, menjaga rumah, berumah, satu rumah. (Tarigan,1995: 12) satuan
rumah merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan
arti yang sama. b.menulis, ditulis, menuliskan, menulisi, ditulisi, tertulis,
tertuliskan, tertulisi,tulisan, penulis, penulisan, karya tulis. (Tarigan,H.G.,
1995:13) satuan tulis merupakan satu morfem karena satuan itu mempunyai
struktur fonologik dan arti yang sama. c.dibaca,disimak, disepak, ditinju,
dicium, dijual, diambil.satuan di-merupakan satu morfem karena satuan
itu memiliki struktur fonologik dan arti yang sama.
Prinsip 2 :
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonlogik yang berbeda merupakan satu morfem apabila
satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal
perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik. contoh di bawah ini: a.
menjual, membawa, menyapu, menggigit, mengebom, melintas. satuan-satuan men-,
mem-, meny-, meng-, menge-, dan me-dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik
yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktiftetapi struktur fonologiknya jelas
berbeda. Satuan-satuan men-,mem-, meny-, meng-, menge-, dan me-adalah alomorf
dari morfem meN-.Oleh karena itu semua satuan itu merupakan satu
morfem(Tarigan, 1995:14).
b. penjual,
pembaca,penyalin, penggugat, pengelas, pelaut satuan-satuan pen-,pem-, peny-,
peng-, penge-,dan pe-mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan yang
pekerjaannya melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar(dasar kata),
atau dengan kata lain bersifat agentif, tetapi struktur fonologiknya berbeda.
Satuan-satuan pen-, pem-, peny-, peng-, penge-,
dan
pe-adalah alomorf dari morfem peN-.Oleh karena itu semua satuan itu (pe-, pem-,peny-,
peng-, penge-, pe-) merupakan satu morfem(Tarigan,H.G., 1995: 14).
Prinsip 3 :
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak
dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem
apabila mempunyai arti leksikalatau arti gramatik yang sama, dan mempunyai
distribusi yang komplementer.
Contoh: berlatih,berjumpa, belajar,berlari, berkarya, beroda ,beternak
terdapat satuan-satuan ber-, be-, dan bel-. Berdasarkan prinsip 2, satuan ber-
dan be- merupakan satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat
dijelaskan secara fonologik. Berbeda dengan satuan bel-yang hanya terdapat pada
belajar. Walaupun bel-mempunyai struktur fonologik yang berbeda dan
perbedaannya itu tidak dapat dijelaskan secara fonologik tetapi mempunyai arti
gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer dengan morfem
ber-. Oleh karena itu satuan bel-dapat dianggap sebagai satu morfem(Tarigan,
1995: 15).
Prinsip 4 :
Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan
berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah
yang disebut morfem zero. deretan struktur di bawah ini:
(1) Bapak
membeli sepeda.
(2) Bapak
melempar mangga.
(3) Bapak
menulis surat.
(4) Bapak
membaca koran.
(5) Bapak
lompat tinggi.
(6) Bapak
makan kue.
(7) Bapak
minum kopi.
Ketujuh
kalimat itu semuanya berstruktur SPO, artinya S atau subjek ada di depan,
diikuti P atau predikat, diikuti O atau objek. Predikatnya berupa kata verbal
(kerja) yang transitif. Pada kalimat (1), (2), (3), dan (4), kata verbal yang
transitif itu ditandai oleh bedanya morfem meN-,sedangkan pada kalimat (5),
(6), dan (7) kata verbal yang transitif itu ditandai oleh kekosonganatau tidak
adanya morfem meN. Kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero (Tarigan,
1995: 16).
Prinsip 5 :
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin
merupakan
satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda.
contoh
berikut ini:
a. (1) Anak
itu sedang belajar. (2) Nilainya sedang saja. Arti sedang pada kalimat (1) adalah
‘baru’ atau ‘lagi’, sedangkan arti sedang pada kalimat (2) adalah ‘tidak
terlalu jelek’ atau ‘cukup’. Oleh karena itu kedua kata sedang itu merupakan morfem yang berbeda meskipun mempunyai struktur fonologik yang sama
karena arti leksikalnya berbeda (Tarigan, 1995: 17). b. (1) Ia sedang makan. (2)
Makan orang itu sangat lahap. Kata makan pada kalimatm (1) dan pada kalimat (2)
di atas mempunyai arti leksikal yang berhubungan dan distribusinya berbeda.
Kata makan pada kalimat (1) berfungsi sebagai predikat dan termasuk golongan
kata verbal, sedangkan kata makan pada kalimat (2) merupakan sebagian subyek,
dan termasuk golongan kata nominal sebagai proses nominalisasi. Kedua kata
makan itu merupakan satu morfem. a.(1) Telinga orang itu besar. b.(2) Telinga
kuali itu lebar. (Tarigan, 1995: 17) . Kata telinga pada (1) dan (2) mempunyai
distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda.
Prinsip 6 :
Setiap
satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
contoh
berikut ini: a.berharap, harapan. bahwa berharap terdiri dari satuan ber-dan
harap, serta satuan harapan terdiri dari harap,dan –an. Dengan demikian ber-,
harap, dan –an masing-masing merupakan morfem sendiri-sendiri (Tarigan,
1995;18). b. menyenangkan
menyenangi
bersenang-senang
kesenangan
menyenangkan
terdiri atas tiga morfem, yaitu meN-, senang, dan –kan, menyenangi terdiri atas
tiga morfem, yaitu meN-,senang, dan –i, bersenang-senang
terdiri atas
tiga morfem, yaitu ber-, senang, dan senang, kesenangan terdiri atas dua
morfem, yaitu ke-an, dan senang. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
meN-, senang, –kan, -i, ber-, dan ke-an merupakan morfem sendiri-sendiri.
b.gelap
gulita simpang siur. Satuan gelap hanya terdapat pada gelap
gulita, dan satuan siur hanya terdapat pada simpang siur.Satuan gelap dan
satuan simpang
masing-masing
merupakan morfem tersendiri.Satuan gulita (yang hanya dapat berkombinasi dengan
gelap) dan satuan siur(yang hanya dapat berkombinasi dengan simpang) pun
merupakan morfem tersendiri(Tarigan, 1995: 19). Satuan
morfem yang
hanya dapat berkombinasi dengan satu morfem saja kita sebut
morfem unik,
misalnya morfem gulita,dan siur
BENTUK ASAL,
DAN BENTUK DASAR SERTA HIERARKI BAHASA
- Bentuk Asal dan Bentuk Dasar (Kata Dasar dan Dasar Kata)
terbentuknya
kata bertabrakan,dan berkecukupan.Kata bertabrakan terbentuk dari bentuk asal
(kata dasar) tabrakmemperoleh afiks –anmenjadi tabrakan, dan selanjutnya
mendapat afiks ber-menjadi bertabrakan. Begitu juga kata berkecukupan,terbentuk
dari bentuk asal (kata dasar) cukupmendapat afiks ke-an
menjadi
kecukupan, kemudian mendapat bubuhan afiks ber-menjadi berkecukupan.
bentuk asal selalu
berupa bentuk tunggal, sedangkan bentuk dasar mungkin berupa bentuk tunggal dan
mungkin pula bentuk kompleks.Contoh bentuk tunggal (kata dasar)sandar pada sandaran,buka
pada bukakan,dapat pada mendapat,mau
pada kemauan,
kulit pada kuliti, ajar pada pengajaran, buat pada pembuatan.
Contoh
bentuk dasar yang berupa bentuk tunggal:
lamar pada melamar, buka pada terbuka,kulit pada berkulit buat pada pembuatan,
ajar pada pelajaran.
Contoh
bentuk dasar yang berupa bentuk kompleks: terbelakang pada keterbelakangan ,terbaca
pada keterbacaan, berada pada keberadaan
kata bentuk
tunggal itu adalah satuan yang paling kecil yang menjadi asal atau permulaan
kata kompleks, sedangkan dasar bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun
kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar atau lebih
kompleks.
2 Hierarki
Bahasa
Seperti
halnya dalam kehidupan dan masyarakat, dalam bahasa pun ada yang disebut
hierarki bahasa. Para penganut tata bahasa stratifikasi(stratificational
grammmar) yang dikembangkan oleh Sidney Lamb, yaitu paling sedikit ada empat
strata dalam bahasa seperti terlihat di bawah ini:
Sememik,
Leksemik, Morfemik, Fonemik
(Tarigan,
1995: 21) Selanjutnya Tarigan menyatakan bahwa apabila ditinjau dari sudut
satuan-satuan gramatik maka terlihat adanya suatu hierarki seperti terlihat di
bawah ini:
Wacana,Kalimat,Klausa,
Frase, Kata,Morfem
Kalau kita
berbicara tentang hierarki (pembentukan) kata, maka pada prinsipnya kita
berbicara mengenai masalah unsur langsung yang membentuk kata itu. Dalam
prakteknya masalah unsur langsung tidak semudah yang kita bayangkan. Ada yang
beranggapan bahwa kata berpelukan terbentuk dari unsur- unsur ber-, peluk-,dan
–an, tetapi sebenarnya kata berpelukan,morfem –an melekat dahulu pada morfem
peluk, menjadi pelukan, kemudian baru morfem ber-melekat pada morfem pelukan menjadi
berpelukan. Unsur langsung yang membentuk kata Berpelukan bukan ber-, peluk,dan
–an,melainkan ber-,dan pelukan;pembentukannya, yaitu peluk,dan
–an. Jadi proses terbentuknya satuan berpelukan, yaitu: peluk →pelukan
→berpelukan.
Contoh yang
lain:
1. Satuan Berpakaian
terbentuk dari unsur ber-,dan pakaian. Satuan Pakaian terbentuk dari pakai,dan
–an. Proses terbentuknya satuan berpakaian, yaitu: pakai →pakaian →berpakaian
2. Satuan Berperikemanusiaan
terbentuk dari unsur ber-,dan perikemanusiaan. Satuan Perikemanusiaan terbentuk
dari unsur peri dan kemanusiaan. Satuan Kemanusiaan terbentuk dari unsur
ke-andan manusia. Proses terbentuk satuan berperikemanusiaan, yaitu: manusia
→kemanusiaan →berperikemanusiaan.
Diagram
hierarki kata berpelukan: berpelukan pelukan ber- peluk -an
Diagram
hierarki berperikemanusiaan: berperikemanusiaan perikemanusiaan
kemanusiaan
ber- peri ke-an manusia Bila anda mendapat kesukaran dalam menentukan unsure langsung
sesuatu kesatuan, dan memperhatikan dua syarat, yaitu:
1. Mencari
kemungkinan adanya satuan yang satu tingkat lebih kecil daripada satuan yang
sedang diselidiki. Misalnya pada berkemauan satuan yang satu tingkat lebih
kecil ialah kemauan. Satuan berkemautidak ada, maka dapat ditentukan bahwa
berkemauan terdiri dari unsur ber-,dan kemauan. Selanjutnya satuan yang satu
tingkat lebih kecil dari kemauan ialah mau. Satuan kemautidak
ada; demikian juga mauan tidak ada. Jadi, kemauan terdiri dari unsur ke-an dan
mau.
2. Menyelidiki
arti leksikal dan arti gramatik satuan yang sedang ditelaah. Kata pembacaaan,
satuan yang satu tingkat lebih kecil daripadanya menurut tarap kesatu mungkin
terbentuk dari unsur pembaca dan –an, mungkin pula terdiri dari unsur peN-dan
bacaan. Baik Pembaca maupun bacaan terdapat dalam pemakaian bahasa. Untuk
menentukan unsur kata semacam itu, (seperti pembacaan, pemikiran, dsb)
diperlukan taraf kedua ialah arti leksikal dan gramatik. Kata pembacaan,satuan
yang satu tingkat lebih kecil ialah baca, yang terbentuk dari unsur peN-an dan
baca.Begitu juga kata Pemikiran menurut taraf kedua, terbentuk dari unsur
peN-an dan pikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar