Jumat, 12 Juli 2013

“MORFEM DAN KATA SERTA KLASIFIKASI MORFEM”



Morfem yaitu satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil;
-- bebas morfem yg secara potensial dapat berdiri sendiri dl suatu bangun kalimat, msl saya, duduk, kursi; -- dasar morfem yg dapat diperluas dng dibubuhi afiks, misalnya, juang menjadi  berjuang; -- dasar terikat morfem dasar yg hanya dapat menjadi kata bila bergabung dengan afiks atau dengan morfem lain, misalnya,  juang, temu; -- gramatikal morfem yg jumlahnya terbatas dan berfungsi sebagai penghubung di antara morfem leksikal; -- leksikal morfem yg jumlahnya tidak terbatas dan sangat produktif (mencakupi kata penuh dan afiks derivatif); -- penyambung unsur yg diletakkan antara dua morfem lain; -- segmental morfem yg terjadi dr fonem segmental; -- suprasegmental morfem yg terjadi dr fonem suprasegmental; -- terbagi morfem yg realisasinya dl bentuk morfem diantari oleh unsur lain, seperti  {ke -- an} menjadi {keadaan}; -- terikat morfem yg tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yg se-lalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran, misalnya ber-, meng-, -kan; -- unik morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu (misalnya morfem gulita, petas, dan siur pada kombinasi gelap gulita, beras petas, dan simpang siur)


istilah morfem, morf, dan alomorf, terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar  terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah  /b, e, l, a, j, a, r/. Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing nerupakan satuan bebas. Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas contohnya; Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu, keras hati, keras kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun terdiri dari dua satuan bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.

Klasifikasi Morfem

a.       Morfem Bebas dan Morfem Terikat
morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Maka morfem-morfem itu dapat digunakan tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris juga termasuk morfem terikat. Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan,yaitu:
1. Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat, karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar 1978).

2. Sehubungan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologi.

3. Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut juga morfem unik.

4. Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.

5. Klitikan merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya, apakah terikat atau bebas.     Klitikan adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.

b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
            Perbedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut, apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu} dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia.

c. Morfem Segmental dan Suprasegmental
             Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang berupa nada.

d. Morfem Beralomorf Zero
            Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol (lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.

e. Morfem Bemakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
 morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda} adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu, morfem seperti ini, dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di dalam pertuturan.morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}. Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna leksikal atau tidak, yaitu morfem-morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas memiliki makna. Namun, kebebasanya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat kebebsan morfem afiks. Kedua jenis morfem inipun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi, padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata.
PRINSIP-PRINSIP PENGENALAN MORFEM
prinsip pengenalan morfem itu adalah sebagai berikut:
Prinsip 1 :
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan satu morfem. contoh: a.membeli rumah, rumah baru, menjaga rumah, berumah, satu rumah. (Tarigan,1995: 12) satuan rumah merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti yang sama. b.menulis, ditulis, menuliskan, menulisi, ditulisi, tertulis, tertuliskan, tertulisi,tulisan, penulis, penulisan, karya tulis. (Tarigan,H.G., 1995:13) satuan tulis merupakan satu morfem karena satuan itu mempunyai struktur fonologik dan arti yang sama. c.dibaca,disimak, disepak, ditinju, dicium, dijual, diambil.satuan di-merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti yang sama.
Prinsip 2 :
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonlogik yang berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik. contoh di bawah ini: a. menjual, membawa, menyapu, menggigit, mengebom, melintas. satuan-satuan men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me-dalam contoh di atas mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktiftetapi struktur fonologiknya jelas berbeda. Satuan-satuan men-,mem-, meny-, meng-, menge-, dan me-adalah alomorf dari morfem meN-.Oleh karena itu semua satuan itu merupakan satu morfem(Tarigan, 1995:14).
b. penjual, pembaca,penyalin, penggugat, pengelas, pelaut satuan-satuan pen-,pem-, peny-, peng-, penge-,dan pe-mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan yang pekerjaannya melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar(dasar kata), atau dengan kata lain bersifat agentif, tetapi struktur fonologiknya berbeda. Satuan-satuan pen-, pem-, peny-, peng-, penge-,
dan pe-adalah alomorf dari morfem peN-.Oleh karena itu semua satuan itu (pe-, pem-,peny-, peng-, penge-, pe-) merupakan satu morfem(Tarigan,H.G., 1995: 14).
Prinsip 3 :
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti leksikalatau arti gramatik yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer.
Contoh: berlatih,berjumpa, belajar,berlari, berkarya, beroda ,beternak terdapat satuan-satuan ber-, be-, dan bel-. Berdasarkan prinsip 2, satuan ber- dan be- merupakan satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik. Berbeda dengan satuan bel-yang hanya terdapat pada belajar. Walaupun bel-mempunyai struktur fonologik yang berbeda dan perbedaannya itu tidak dapat dijelaskan secara fonologik tetapi mempunyai arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi yang komplementer dengan morfem ber-. Oleh karena itu satuan bel-dapat dianggap sebagai satu morfem(Tarigan, 1995: 15).
Prinsip 4 :
 Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero. deretan struktur di bawah ini:
(1) Bapak membeli sepeda.
(2) Bapak melempar mangga.
(3) Bapak menulis surat.
(4) Bapak membaca koran.
(5) Bapak lompat tinggi.
(6) Bapak makan kue.
(7) Bapak minum kopi.
Ketujuh kalimat itu semuanya berstruktur SPO, artinya S atau subjek ada di depan, diikuti P atau predikat, diikuti O atau objek. Predikatnya berupa kata verbal (kerja) yang transitif. Pada kalimat (1), (2), (3), dan (4), kata verbal yang transitif itu ditandai oleh bedanya morfem meN-,sedangkan pada kalimat (5), (6), dan (7) kata verbal yang transitif itu ditandai oleh kekosonganatau tidak adanya morfem meN. Kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero (Tarigan, 1995: 16).
Prinsip 5 :
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin
merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda.
contoh berikut ini:
a. (1) Anak itu sedang belajar. (2) Nilainya sedang saja. Arti sedang pada kalimat (1) adalah ‘baru’ atau ‘lagi’, sedangkan arti sedang pada kalimat (2) adalah ‘tidak terlalu jelek’ atau ‘cukup’. Oleh karena itu kedua kata sedang itu merupakan morfem yang berbeda meskipun mempunyai struktur fonologik yang sama karena arti leksikalnya berbeda (Tarigan, 1995: 17). b. (1) Ia sedang makan. (2) Makan orang itu sangat lahap. Kata makan pada kalimatm (1) dan pada kalimat (2) di atas mempunyai arti leksikal yang berhubungan dan distribusinya berbeda. Kata makan pada kalimat (1) berfungsi sebagai predikat dan termasuk golongan kata verbal, sedangkan kata makan pada kalimat (2) merupakan sebagian subyek, dan termasuk golongan kata nominal sebagai proses nominalisasi. Kedua kata makan itu merupakan satu morfem. a.(1) Telinga orang itu besar. b.(2) Telinga kuali itu lebar. (Tarigan, 1995: 17) . Kata telinga pada (1) dan (2) mempunyai distribusi yang sama, tetapi merupakan morfem yang berbeda.
Prinsip 6 :
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
contoh berikut ini: a.berharap, harapan. bahwa berharap terdiri dari satuan ber-dan harap, serta satuan harapan terdiri dari harap,dan –an. Dengan demikian ber-, harap, dan –an masing-masing merupakan morfem sendiri-sendiri (Tarigan, 1995;18). b. menyenangkan
menyenangi
bersenang-senang
kesenangan
menyenangkan terdiri atas tiga morfem, yaitu meN-, senang, dan –kan, menyenangi terdiri atas tiga morfem, yaitu meN-,senang, dan –i, bersenang-senang
terdiri atas tiga morfem, yaitu ber-, senang, dan senang, kesenangan terdiri atas dua morfem, yaitu ke-an, dan senang. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa meN-, senang, –kan, -i, ber-, dan ke-an merupakan morfem sendiri-sendiri.
b.gelap gulita simpang siur. Satuan gelap hanya terdapat pada gelap gulita, dan satuan siur hanya terdapat pada simpang siur.Satuan gelap dan satuan simpang
masing-masing merupakan morfem tersendiri.Satuan gulita (yang hanya dapat berkombinasi dengan gelap) dan satuan siur(yang hanya dapat berkombinasi dengan simpang) pun merupakan morfem tersendiri(Tarigan, 1995: 19). Satuan
morfem yang hanya dapat berkombinasi dengan satu morfem saja kita sebut
morfem unik, misalnya morfem gulita,dan siur

BENTUK ASAL, DAN BENTUK DASAR SERTA HIERARKI BAHASA
  1. Bentuk Asal dan Bentuk Dasar (Kata Dasar dan Dasar Kata)
terbentuknya kata bertabrakan,dan berkecukupan.Kata bertabrakan terbentuk dari bentuk asal (kata dasar) tabrakmemperoleh afiks –anmenjadi tabrakan, dan selanjutnya mendapat afiks ber-menjadi bertabrakan. Begitu juga kata berkecukupan,terbentuk dari bentuk asal (kata dasar) cukupmendapat afiks ke-an
menjadi kecukupan, kemudian mendapat bubuhan afiks ber-menjadi berkecukupan.
bentuk asal selalu berupa bentuk tunggal, sedangkan bentuk dasar mungkin berupa bentuk tunggal dan mungkin pula bentuk kompleks.Contoh bentuk tunggal (kata dasar)sandar pada sandaran,buka pada bukakan,dapat pada mendapat,mau
pada kemauan, kulit pada kuliti, ajar pada pengajaran, buat pada pembuatan.
Contoh bentuk dasar yang berupa bentuk tunggal:  lamar pada melamar, buka pada terbuka,kulit pada berkulit buat pada pembuatan, ajar pada pelajaran.
Contoh bentuk dasar yang berupa bentuk kompleks: terbelakang pada keterbelakangan ,terbaca pada keterbacaan, berada pada keberadaan
kata bentuk tunggal itu adalah satuan yang paling kecil yang menjadi asal atau permulaan kata kompleks, sedangkan dasar bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan bagi satuan yang lebih besar atau lebih kompleks.
2 Hierarki Bahasa
Seperti halnya dalam kehidupan dan masyarakat, dalam bahasa pun ada yang disebut hierarki bahasa. Para penganut tata bahasa stratifikasi(stratificational grammmar) yang dikembangkan oleh Sidney Lamb, yaitu paling sedikit ada empat strata dalam bahasa seperti terlihat di bawah ini:
Sememik, Leksemik, Morfemik, Fonemik
(Tarigan, 1995: 21) Selanjutnya Tarigan menyatakan bahwa apabila ditinjau dari sudut satuan-satuan gramatik maka terlihat adanya suatu hierarki seperti terlihat di bawah ini:
Wacana,Kalimat,Klausa, Frase, Kata,Morfem
Kalau kita berbicara tentang hierarki (pembentukan) kata, maka pada prinsipnya kita berbicara mengenai masalah unsur langsung yang membentuk kata itu. Dalam prakteknya masalah unsur langsung tidak semudah yang kita bayangkan. Ada yang beranggapan bahwa kata berpelukan terbentuk dari unsur- unsur ber-, peluk-,dan –an, tetapi sebenarnya kata berpelukan,morfem –an melekat dahulu pada morfem peluk, menjadi pelukan, kemudian baru morfem ber-melekat pada morfem pelukan menjadi berpelukan. Unsur langsung yang membentuk kata Berpelukan bukan ber-, peluk,dan –an,melainkan ber-,dan pelukan;pembentukannya, yaitu peluk,dan –an. Jadi proses terbentuknya satuan berpelukan, yaitu: peluk →pelukan →berpelukan.
Contoh yang lain:
1. Satuan Berpakaian terbentuk dari unsur ber-,dan pakaian. Satuan Pakaian terbentuk dari pakai,dan –an. Proses terbentuknya satuan berpakaian, yaitu: pakai →pakaian →berpakaian
2. Satuan Berperikemanusiaan terbentuk dari unsur ber-,dan perikemanusiaan. Satuan Perikemanusiaan terbentuk dari unsur peri dan kemanusiaan. Satuan Kemanusiaan terbentuk dari unsur ke-andan manusia. Proses terbentuk satuan berperikemanusiaan, yaitu: manusia →kemanusiaan →berperikemanusiaan.
Diagram hierarki kata berpelukan: berpelukan pelukan ber- peluk -an
Diagram hierarki berperikemanusiaan: berperikemanusiaan perikemanusiaan
kemanusiaan ber- peri ke-an manusia Bila anda mendapat kesukaran dalam menentukan unsure langsung sesuatu kesatuan, dan memperhatikan dua syarat, yaitu:
1. Mencari kemungkinan adanya satuan yang satu tingkat lebih kecil daripada satuan yang sedang diselidiki. Misalnya pada berkemauan satuan yang satu tingkat lebih kecil ialah kemauan. Satuan berkemautidak ada, maka dapat ditentukan bahwa berkemauan terdiri dari unsur ber-,dan kemauan. Selanjutnya satuan yang satu tingkat lebih kecil dari kemauan ialah mau. Satuan kemautidak ada; demikian juga mauan tidak ada. Jadi, kemauan terdiri dari unsur ke-an dan mau.
2. Menyelidiki arti leksikal dan arti gramatik satuan yang sedang ditelaah. Kata pembacaaan, satuan yang satu tingkat lebih kecil daripadanya menurut tarap kesatu mungkin terbentuk dari unsur pembaca dan –an, mungkin pula terdiri dari unsur peN-dan bacaan. Baik Pembaca maupun bacaan terdapat dalam pemakaian bahasa. Untuk menentukan unsur kata semacam itu, (seperti pembacaan, pemikiran, dsb) diperlukan taraf kedua ialah arti leksikal dan gramatik. Kata pembacaan,satuan yang satu tingkat lebih kecil ialah baca, yang terbentuk dari unsur peN-an dan baca.Begitu juga kata Pemikiran menurut taraf kedua, terbentuk dari unsur peN-an dan pikir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar