Definisi
Kemandirian
Kata kemandirian” berasal dari
kata” diri” yang mendapatkan awalan “ke” dari akhiran “an”yang kemudian
membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari
kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan
dari pembahasan mengenai perkembangan “diri” itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah “self” karena “diri” itu
merupakan inti dari kemandirian.
Upaya mendefinisikan
kemandirian dan proses perkembangannya, ada berbagai sudut pandang yang sejauh
perkembangannya dalam kurun waktu sedemikian lamanya telah dikembangkan oleh
para ahli. Emil
Durkheim berpendapat bahwa
kemandirian itu tumbuh dan berkembang Karena adanya dua Faktor yang merupakan
elemen prasyarat bagi kemandirian yaitu :
1.
Adanya disiplin
yaitu adanya aturan bertindak dan
otoritas,
2.
Adanya komitmen
terhadap kelompok.
Dalam pandangan konformistik, kemandirian merupakan
konformitas terhadap prinsip moral kelompok rujukan. Oleh sebab itu, individu
yang memiliki kemandirian pengambilan keputusan pribadinya dilandasi oleh
pemahaman mendalam akan konsekuensi dari tindakannya itu. Dengan demikian,
dalam pandangan konformistik ini pemahaman mendalam tentang faktor moralitas
menjadi faktor utama pendukung perkembangan kemandirian. Bahkan, menurut Sunaryo
Kartadinata (1988), faktor
pemahaman inilah yang membedakan kemandirian (self-determinism) dari kepatuhan
(submission) karena dengan pemahaman inilah individu akan terhindar dari
konformitas pasif.
Perkembangan kemandirian individu sesungguhnya
merupakan perkembangan hakikat eksistensial manusia. Penghampiran terhadap
kemandirian dengan menggunakan perspektif yang berpusat pada masyarakat
cenderung memandang bahwa lingkungan masyarakat merupakan kekuatan luar biasa
yang menentukan kehidupan individu. Dari sudut pandang ini, seolah-olah
individu itu tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk menentukan perbuatannya
sendiri.
Dalam konteks kesamaan dan kebersamaan ini, Abrahaman H.Maslow(1971)membedakan kemandirian menjadi dua,yaitu:
·
Kemandirian aman (secure
autonomy)
·
Kemandirian tak
aman (insecure autonomy)
Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan
cinta kasih pada dunia,kehidupan,dan
orang lain,sadar akan tanggungjawab bersama,dan tumbuh rasa percaya terhadap
kehidupan.kekuatan ini digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang
lain.sedangkan kemandirian tak aman adalah kekuatan kepribadian yang dinyatakan
dalam perilaku menentang dunia. Maslow
menyebut kondisi seperti ini sebagai ”selfish autonomy”
atau kemandirian mementingkan diri sendiri.
Perkembangan kemandirian adalah proses yang
menyangkut unsur-unsur normatif. ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan
suatu proses yang terarah.karena perkembangan kemandirian sejalan dengan
hakikat eksistensial manusia,maka arah perkembangan tersebut harus sejalan
dengan dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia.
Meskipun dalam proses peragaman manusia sudah memiliki
kemampuan instrumental, tetapi belum sampai kepada kemandirian karena
pemunculannya baru pada aspek-aspek kehidupan tertentu. Proses peragaman ini
sesungguhnya baru sampai pada suatu titik yang disebut dengan “having process”
(proses pemilikan) pengetahuan, keterampilan, teknologi. Proses peragaman ini bahkan harus berkembang terus sampai pada suatu
tingkat yang disebut dengan tingkat integrasi atau tingkat mendunia. Pada
tingkat ini perkembangan individu sudah sampai pada tingkat mendekatkan diri
pada dunia yang dihadapi dan dihidupinya; bukan mengasingkan diri dari dunianya
sehingga menimbulkan kemandirian yang tidak aman. Interaksi dan dinamika
perkembangan kemandirian manusia menuju tahapan integrasi ini dapat digambarkan
dengan 5 karakteristik, yaitu :
1.
Kedirian
2.
Komunikasi
3.
Keterarahan
4.
Dinamika
5.
Sistem nilai
Tingkatan dan
karakteristik kemandirian
Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks,
kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan
kemandirian seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan
perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger mengemukakan tingkatan kemandirian beserta
cirri-cirinya sebagai berikut :
- Tingkatan pertama, yaitu tingkat implusif dan melindungi diri
Ciri-ciri :
a.
Peduli terhadap
kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang
lain.
b.
Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara
berpikir tertentu.
c.
Cenderung
menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
- Tingkatan kedua, yaitu konformistik
Ciri-ciri :
a.
Peduli terhadap
penampilan diri dan penerimaan sosial.
b.
Bertindak dengan
motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
c.
Menyamakan diri
dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
d.
Perbedaan kelompok
didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
- Tingkatan ketiga, yaitu :
Ciri-ciri :
a.
Mampu berpikir
alternatif
b.
Memikirkan cara
hidup
c.
Penyesuaian
terhadap situasi dan peranan
d.
Peduli untuk
mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
- Tingkatan keempat, yaitu :
Ciri-ciri :
a.
Bertindak atas
dasar nilai-nilai internal
b.
Mampu melihat diri
sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c.
Sadar akan
tanggungjawab
d.
Mampu melakukan
krtik dan penilaian diri
- Tingkatan kelima, yaitu :
a.
Peningkatan
kesadaran individualitas
b.
Kesadaran akan
konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan
c.
Menjadi lebih
toleran terhadap diri sendiri dan orang lain
d.
Mampu bersikap
toleran terhadap pertentangan dal$am kehidupan
- Tingkatan keenam, yaitu :
a.
Memiliki pandangan
hidup sebagai suatu keseluruhan
b.
Peduli terhadap
paham-paham abstrak, sdeperti keadilan sosial
c.
Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
d.
Peduli akan
pemenuhan diri
Pentingnya
Kemandirian bagi Subjek Didik
Subjek didik akan selalu dihadapkan pada situasi dan dinamika kehidupan
yang terus berubah dan berkembang. Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin
kompleks. Kompleksitas kehidupan itu, yang pada saat sekarang seolah-olah telah
menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian demi sebagian
akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh
pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diprakirakan akan semakin
kompleks.
Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju
perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau
tidak mungkin untuk dibendung., mengisyratkan bahwa kehidupan masa mendatang
akan menjadi syarat pilihan rumit. Ini mengisyratkan pila bahwa manusia akan
semakin didesak kearah kehidupan yang amat kompetitif.
Situasi kehidupan semacam itu
memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika kehidupan remaja, apalagi remaja,
secara psikologis, tengah berada pada masa topan dan badai dan tengah-tengah
mencari jatidiri. Pengaruh
kompleksitas kehidupan dewasa ini sudak tampak pada berbagai fenomena remaja
yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir
ini antara lain perkelahian anatrpelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol,
reaksi emisional yang berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada
tindak kriminal.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Kemandirian Subjek Didik
Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, maka kemandirian juga
bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak
lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang dating
dari lingkungannya., selain potensi yang telah dimilikinya sejak lahir sebagai
keturunan dari orang tuanya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu:
1. Gen atau keturunan orang tua.
2. Pola asuh orang tua
3. Sistem pendidikan di sekolah
4. Sistem kehidupan di masyarakat.
Dengan asumsi bahwa kemandirian sebagai aspek psikologis itu berkembang
tidak dalam kevakuman atau diturunkan oleh orang tuanya, maka intervensi-intervensi
positif melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat diperlikan bagi
kelancaran perkembangan kemandirian remaja.
Sejumlah
intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar pengembangan kemandirian remaja,
antara lain :
1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam
keluarga, ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.
Saling menghargai
antaranggota keluarga
b.
Keterlibatan dalam
memecahkan masalah remaja atau keluarga.
2. Penciptaan keterbukaan.Ini dapat diwujudkan dalam
bentuk :
a.
Toleransi terhadap
perbedaan pendapat
b.
Memberikan alas an
terhadap keputusan yang di ambil bagi remaja
c.
Keterbukaan
terhadap minat remaja
d.
Mengembangkan
komitmen terhadap tugas remaja
e.
Kehadiran dan
keakraban hubungan dengan remaja.
3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan.
Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :
a.
Mendorong rasa
ingin tahu remaja
b.
Adanya jaminan rasa
aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan
c.
Adanya aturan,
tetapi tidak cenderung mengancam bila di taati.
4. Penerimaan positif tanpa syarat. Ini dapat diwujudkan
dalam bentuk :
a.
Menerima apapun
kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja
b.
Tidak
membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain
c.
Menghargai ekspresi
potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apapun, meskipun sebenarnya
hasil nya kurang memuaskan.
5. Empati terhadap remaja. Ini dapat di wujudkan dalam
bentuk :
a.
Memahami dan
menghayati pikiran dan perasaan remaja
b.
Melihat sebagai
persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja
c.
Tidak mudah mencela
karya remaja betapapun kurang bagus nya karya itu.
6. Penciptaan kehangatan hubungan remaja. Hal ini dapat
di wujudkan dalam bentuk :
a.
Interaksi secara
akrab tetapi saling menghargai
b.
Menambah frekuensi
interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja
c.
Membangun suasana
humor dan komunikasi ringan dengan remaja.
Berdasarkan Konsep
independence ini steinberg (1995)menjelaskan bahwa anak yang
sudah mencapai indepedence ia mampu menjalankan atau melakukan sendiri
melakukan aktivitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama
orang tua. Misalnya,ketika anak ingin buang air kecil ia langsung pergi ke
toilet, tidak merengek-rengek meminta di bantu buka celana tau minta di carikan
tempat kencing.kemandirian yang mengarah kepada konsep idependence ini merupakan
bagian dari perkembangan autonomy mencakup dimensi emosional,behavioral,dan
nilai.
Dalam pandangan Lerner (1976), konsep
kemandirian (autonomy)mencakup
kebebasan anak bertindak,tidak tergantung kepada orang lain,tidak terpengaruh
lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.konsep kemandirian ini hampir
senada dengan yang di ajukan watson dan lindgren (1973) yang
menyatakan bahwa kemandirian (autonomy)
ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif mengatasi hambatan,gigih dalam
usaha,dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Menurut Steinberg(1995,286)
kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan
kemandirian Behavioral dan nilai. Sembari individu mengembangkan secara lebih
matang kemandirian emosionalnya,secara perlahan ia mengembangkan kemandirian
behavioralnya.perkembangan kemandirian emosional dan behavioral tersebut
menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian nilai. Oleh karena itu, pada diri
individu kemandirian nilai berkembang lebih akhir di banding kemandirian
emosional dan behavioral.
Dinamika
Perkembangan Kemandirian pada anak usia SD
Bagi anak usia SD,
Kemandirian merupakan faktor psikologis yang fundamental, sebab sebagai
jembatan untuk lepas dari ikatan emosional orang lain, terutama orang tua. Bagi
mereka,kemandirian yang kuat akan menjadi dasar bagi kemandirian pada masa
remaja, dewasa dan seteerusnya. Bahkan pentingnya kemandirian di peroleh anak
terkait dengan pencapaian identitas diri kelak pada masa remaja. Oleh karena
itu anak usia SD mulai dengan begitu gigih dalam memperjuangkan kemandirian.
Dalam analisis Steinberg(1995:290)
jika anak,mampu memutuskan simpul-simpul ikatan infantile maka ia akan
melakukan separasi inilah yang merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian
terutama kemandirian yang bersifat independence. Dengan kata lain kemandirian
yang pertama muncul pada diri individu adalah kemandirian yang bersifat
independence, yakni lepasnya ikatan-ikatan emosional infantile sehingga ia
dapat menentukan sesuatu tanpa harus selalu ada dukungan emosional dari orang
tua. oleh karena itu pada masa anak sekolah terutama menjelang pubertas ada
suatu pergerakan kemandirian yang dinamis dari ketidakmandirian individu pada
masa kanak-kanak menuju kemandirian yang lebih bersifat autonomy pada masa
remaja dan dewasa.
Tipe-Tipe
Kemandirian Anak SD
Steinberg (1995:289) membagi
Kemandirian dalam tiga tipe, yaitu kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian behavioral (behavioral autonomy),dan kemandirian nilai (values autonomy).
1. Kemandirian
Emosional (Emotional Autonomy)
Menurut Silverberg dan
Steinberg ada empat aspek kemandirian Emosional, yaitu (1) sejauh mana
individu mampu melakukan de-idealized terhadap orang tua, (2) sejauh mana
individu mampu memandang orang tua sebagai orang dewasa
umumnya (parents as people), (3)
sejauh mana individu tergantung kepada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan
bantuan emosional orang lain (non
dependency), dan (4) sejauh mana individu mampu melakukan individualisasi
di dalam hubungannya dengan orang tua.
Aspek pertama dari kemandirian emosional adalah de-idealized,yakni kemampuan individu
untuk tidak mengidealkan orang tuanya.perilaku yang dapat di lihat ialah
individu memandang orang tua tidak selamanya tahu,benar,dan memiliki
kekuasaan,sehingga pada saat menentukan sesuatu maka mereka tidak lagi
bergantung kepada dukungan emosional orang tuanya.
Aspek kedua
dari kemandirian emosional adalah pandangan tentang parents as people,yakni
kemampuan individu dalam memandang orang tua sebagaimana orang lain pada
umumnya.perilaku yang dapat dilihat adalah individu melihat orang tua sebagai
individu selain sebagai orang tuanya dan berinteraksi dengan orang tua tidak
hanya dalam hubungan orang tua anak tetapi juga dalam hubungan antar individu.
Aspek ketiga dari kemandirian emosional adalah non dependency, yakni suatu derajat dimana individu tergantung
kepada dirinya sendiri dari pada kepada orang tuanya untuk suatu
bantuan.perilaku yang dapat dilihat ialah mampu menunda keinginan untuk segera
menumpahkan perasaan kepada orang lain,mampu menunda keinginan untuk meminta
dukungan emosional kepada orang tua atau orang dewasa lain ketika menghadapi
masalah.
Aspek
keempat dari kemandirian emosional pada individu adalah memiliki derajat
individuasi dalam hubungan dengan orang tua (individuated).
individuasi berarti berperilaku lebih bertanggung jawab. perilaku
individuasi yang dapat dilihat ialah mampu melihat perbedaan antara pandangan
orang tua dengan pandangannya sendiri tentang dirinya, menunjukkan perilaku
yang lebih bertanggung jawab. contoh perilaku individu yang memiliki derajat
individuasi diantaranya mereka mengelola uang jajan dengan cara menabung tanpa
sepengetahuan orang tua.
1. Kemandirian behavioral (behavioral autonomy).
Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas individu dalam menentukan
pilihan dan mengambil keputusan.ini terutama berkembang pada masa remaja.hanya
sedikit saja kemandirian behavioral yang berkembang pada masa anak.anak yang
memiliki kemandirian perilaku (behavioral
autonomy) bebas dari pengetahuan pihak lain dalam menentukan pilihan dan
keputusan.tetapi bukan berarti mereka tidak perlu pendapat orang lain.
3.
Kemandirian Nilai (vaulues autonomy)
Kemandirian nilai (Vaulues autonomy) merupakan proses yang paling kompleks,tidak
jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya,terjadi melalui proses
internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari,umumnya berkembang paling akhir
dan paling sulit dicapai secara sempurna di banding ke dua tipe kemandirian
lainnya.kemandirian nilai (vaulues
autonomy) yang dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk
mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai.
Menurut Steinberg dalam perkembangan
kemandirian nilai, terdapat tiga perubahan yang teramati.pertama, keyakinan
akan nilai-nilai semakin abstrak (absract
belief).perilaku yang dapat dilihat ialah individu mampu menimbang berbagai
kemungkinan dalam bidang nilai. misalnya, individu mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada
saat mengambil keputusan yang bernilai moral. Kedua, keyakinan akan nilai-nilai
semakin mengarah kepada yang bersifat prisip (principled belief).
bisa minta tolong untuk dikirimkan daftar pustaka terkait kemandirian ke email saya?
BalasHapusazzsyafiq.zahara@gmail.com
terimakasih